Seperti diramalkan John Naisbitt dalam buku Megatrends, selera-selera yang non-mainstream makin mendapatkan tempat di planet ini sejalan dengan makin murahnya teknologi.
Nollywood, sebutan untuk industri film di Nigeria, kini muncul sebagai kekuatan film kedua di dunia, setelah Bollywood (industri film India) dan di atas Hollywood (industri film AS). Ukuran ini berdasarkan jumlah film yang diproduksi per tahun. Sementara itu, menurut The Guardian (Maret 2006), dalam hal penghasilan, industri film Nigeria ini menduduki urutan ketiga. Nilainya? Menurut informasi CNN, industri film Nigeria saat ini memiliki nilai US$250 juta.
Awalnya, tepatnya pada 1960-an, pemerintah Nigeria membatasi peredaran film asing di negaranya, sehingga para produser di Lagos mulai memproduksi film-film lokal untuk televisi. Di samping itu, mereka juga mengedarkannya dalam bentuk video, yang pada gilirannya menciptakan bibit industri distribusi video. Penggunaan bahasa Inggris—yang lebih banyak ketimbang bahasa lokal—juga menjadi salah satu key success factor yang membuat peredaran film Nigeria bisa berkembang di seluruh Afrika dan dunia.
Dari sisi distribusi, Nigeria juga mencatat langkah impresif. Menurut catatan Wikipedia, film-film Nollywood kini sudah mengalahkan peredaran film-film Hollywood di Nigeria dan negara-negara Afrika lainnya. Produser-produser Nigeria juga mencatat produktivitas yang tinggi. Sekitar 30 judul baru diedarkan ke toko-toko video setiap minggu via DVD dan VCD, yang bisa menjual 50.000 keping per minggu. Dalam ukuran dolar AS, satu keping disc bisa dijual seharga US$2, harga yang terjangkau untuk kebanyakan orang Nigeria. Di sisi lain, harga ini cukup membuat pundi-pundi produser menggembung.
Rahasianya tampaknya terletak pada topik-topik yang disajikan dalam film-film tersebut, yakni berbagai masalah yang sehari-hari dihadapi masyarakat Afrika. Misalnya saja, masalah korupsi, perbedaan agama, hak-hak wanita, atau AIDS. Di samping itu, ada juga film-film yang mengutamakan nilai-nilai agama tertentu, seperti Islam, atau Kristen. Intinya, film yang disajikan memberikan nilai kontemplasi dan inspirasi bagi berbagai persoalan masyarakat modern Afrika, bukan hanya Nigeria. Tak heran kalau nilai-nilai yang terkandung dalam film-film Nollywood lebih akrab ketimbang nilai-nilai film Hollywood.
Bagaimana dengan pembajakan? Dalam situs www.nigeriancuriousity.com, ada beberapa catatan tentang cara Nollywood menghindari pembajakan DVD. Salah satunya adalah memotong-motong film menjadi beberapa bagian. Bukan dipotong-potong gaya Warner Bros., seperti Superman 1, Superman 2, dan seterusnya, melainkan benar-benar dipotong di tengah-tengah filmnya. Dengan demikian, hal ini menjadi disinsentif bagi para pembajak. Mungkin teknik unik ini tidak menjamin pengurangan pembajakan 100%, tetapi jelas cukup menyulitkan pembajakan.
Dalam catatan Bollywood, Nollywood juga dianggap sebagai industri yang berperan cukup signifikan menurunkan popularitasnya di Afrika. Dalam hal ini, Bollywood memang sedang makin menyatu dalam kultur Barat, seperti seks, action, dan kebebasan (ke arah Hollywood), sementara penonton Afrika masih ingin film-film Bollywood lama yang lebih berorientasi keluarga atau isu sekitar akibat-akibat kolonisasi Barat di masa lalu.
Di masa lalu, film India punya pengaruh lumayan di Afrika. Mother India (1957), misalnya, bisa diterima di Nigeria beberapa dekade setelah dirilis. Film-film India juga sempat memengaruhi para penulis novelnya. Bahkan di Nigeria utara, stiker film-film India ditempel di taksi-taksi dan bus-bus mereka. Namun kini, justru setelah Bollywood lebih “modern”, mereka ditinggalkan.
Nollywood, sebutan untuk industri film di Nigeria, kini muncul sebagai kekuatan film kedua di dunia, setelah Bollywood (industri film India) dan di atas Hollywood (industri film AS). Ukuran ini berdasarkan jumlah film yang diproduksi per tahun. Sementara itu, menurut The Guardian (Maret 2006), dalam hal penghasilan, industri film Nigeria ini menduduki urutan ketiga. Nilainya? Menurut informasi CNN, industri film Nigeria saat ini memiliki nilai US$250 juta.
Awalnya, tepatnya pada 1960-an, pemerintah Nigeria membatasi peredaran film asing di negaranya, sehingga para produser di Lagos mulai memproduksi film-film lokal untuk televisi. Di samping itu, mereka juga mengedarkannya dalam bentuk video, yang pada gilirannya menciptakan bibit industri distribusi video. Penggunaan bahasa Inggris—yang lebih banyak ketimbang bahasa lokal—juga menjadi salah satu key success factor yang membuat peredaran film Nigeria bisa berkembang di seluruh Afrika dan dunia.
Dari sisi distribusi, Nigeria juga mencatat langkah impresif. Menurut catatan Wikipedia, film-film Nollywood kini sudah mengalahkan peredaran film-film Hollywood di Nigeria dan negara-negara Afrika lainnya. Produser-produser Nigeria juga mencatat produktivitas yang tinggi. Sekitar 30 judul baru diedarkan ke toko-toko video setiap minggu via DVD dan VCD, yang bisa menjual 50.000 keping per minggu. Dalam ukuran dolar AS, satu keping disc bisa dijual seharga US$2, harga yang terjangkau untuk kebanyakan orang Nigeria. Di sisi lain, harga ini cukup membuat pundi-pundi produser menggembung.
Rahasianya tampaknya terletak pada topik-topik yang disajikan dalam film-film tersebut, yakni berbagai masalah yang sehari-hari dihadapi masyarakat Afrika. Misalnya saja, masalah korupsi, perbedaan agama, hak-hak wanita, atau AIDS. Di samping itu, ada juga film-film yang mengutamakan nilai-nilai agama tertentu, seperti Islam, atau Kristen. Intinya, film yang disajikan memberikan nilai kontemplasi dan inspirasi bagi berbagai persoalan masyarakat modern Afrika, bukan hanya Nigeria. Tak heran kalau nilai-nilai yang terkandung dalam film-film Nollywood lebih akrab ketimbang nilai-nilai film Hollywood.
Bagaimana dengan pembajakan? Dalam situs www.nigeriancuriousity.com, ada beberapa catatan tentang cara Nollywood menghindari pembajakan DVD. Salah satunya adalah memotong-motong film menjadi beberapa bagian. Bukan dipotong-potong gaya Warner Bros., seperti Superman 1, Superman 2, dan seterusnya, melainkan benar-benar dipotong di tengah-tengah filmnya. Dengan demikian, hal ini menjadi disinsentif bagi para pembajak. Mungkin teknik unik ini tidak menjamin pengurangan pembajakan 100%, tetapi jelas cukup menyulitkan pembajakan.
Dalam catatan Bollywood, Nollywood juga dianggap sebagai industri yang berperan cukup signifikan menurunkan popularitasnya di Afrika. Dalam hal ini, Bollywood memang sedang makin menyatu dalam kultur Barat, seperti seks, action, dan kebebasan (ke arah Hollywood), sementara penonton Afrika masih ingin film-film Bollywood lama yang lebih berorientasi keluarga atau isu sekitar akibat-akibat kolonisasi Barat di masa lalu.
Di masa lalu, film India punya pengaruh lumayan di Afrika. Mother India (1957), misalnya, bisa diterima di Nigeria beberapa dekade setelah dirilis. Film-film India juga sempat memengaruhi para penulis novelnya. Bahkan di Nigeria utara, stiker film-film India ditempel di taksi-taksi dan bus-bus mereka. Namun kini, justru setelah Bollywood lebih “modern”, mereka ditinggalkan.
Bintang-bintang film di Nollywood :
Emeka Uzzi
Nigeria's film business, a.k.a. Nollywood, is the third largest in the world. Its filmmakers produce as many as 1,000 movies each year for the home-video market.
Escort Kama
To create these images, photographer Hugo asked teams of actors and assistants to re-create Nollywood myths and symbols as if they were on movie sets.
Song Iyke with Onlookers
Many of the movies are produced and marketed within the space of a week.
Chika, Onyejekwe, Junior Ofokansi, Thomas Okafor
The narratives are almost always overdramatic, with no happy endings.
Maureen Obise
The production companies have extremely limited budgets and only the most basic scripts.
Emilie Ibeh, Doris Orji and Sharon Opiah
Plots revolve around situations familiar to the audience and include witchcraft, bribery and prostitution, in addition to romance and comedy.
Obechukwu Nwoye
Most of the films are shot not in studios but on location in ordinary homes, hotels and offices.
Gabazzini Zuo
The preferred aesthetic is loud, violent and excessive.
John Dollar Emeka
It is estimated that Nollywood generates from $250 million to $500 million annually.
sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4270545
Emeka Uzzi
Nigeria's film business, a.k.a. Nollywood, is the third largest in the world. Its filmmakers produce as many as 1,000 movies each year for the home-video market.
Escort Kama
To create these images, photographer Hugo asked teams of actors and assistants to re-create Nollywood myths and symbols as if they were on movie sets.
Song Iyke with Onlookers
Many of the movies are produced and marketed within the space of a week.
Chika, Onyejekwe, Junior Ofokansi, Thomas Okafor
The narratives are almost always overdramatic, with no happy endings.
Maureen Obise
The production companies have extremely limited budgets and only the most basic scripts.
Emilie Ibeh, Doris Orji and Sharon Opiah
Plots revolve around situations familiar to the audience and include witchcraft, bribery and prostitution, in addition to romance and comedy.
Obechukwu Nwoye
Most of the films are shot not in studios but on location in ordinary homes, hotels and offices.
Gabazzini Zuo
The preferred aesthetic is loud, violent and excessive.
Junior Ofokansi, Chetachi Ofokansi, Mpompo Ofokansi
Nollywood represents the first time that Africa's rich oral and written storytelling has found a voice in mass media.
Chris Nkulo and Patience Umeh
Both the photographs and movie scenes they draw from are deeply rooted in the local collective imagination
Nollywood represents the first time that Africa's rich oral and written storytelling has found a voice in mass media.
Chris Nkulo and Patience Umeh
Both the photographs and movie scenes they draw from are deeply rooted in the local collective imagination
John Dollar Emeka
It is estimated that Nollywood generates from $250 million to $500 million annually.
sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4270545