Mesin otomatis penjual rokok akan mengukur keriput, kerutan di pojok mata, dan kekendoran kulit untuk menilai apakah pembelinya sudah cukup umur.
Umur minimum untuk merokok di Jepang adalah 20 tahun dan hal ini dimanfaatkan sebuah perusahaan dengan mengembangkan sistem pengidentifikasi umur pembeli dengan cara mempelajari roman wajah.
Usaha itu dilakukan seiring akan disebarnya 570 ribu mesin penjual otomatis di seluruh Jepang. Undang-undang mensyaratkan mesin itu harus bisa menjamin bahwa pembelinya sudah cukup umur.
Pembeli diharuskan memandang ke suatu kamera digital yang terhubung dengan mesin tersebut. Sistem yang dibangun Fujitaka Co. akan membandingkan karakter roman wajah seperti keriput di sekeliling wajah, struktur tengkorak dan kekendoran kulit.
'Kami memiliki lebih dari 100 ribu data wajah orang,' kata jurubicara Fujitaka Co., Hajime Yamamoto, sebagaimana diberitakan Reuters.
'Dengan sistem pengenalan wajah, asalkan punya uang kecil dan sudah cukup umur, anda bisa membeli rokok sebagaimana biasa. Taktik anak kecil meminjam kartu tanpa pengenal juga bisa diatasi,' kata Yamamoto.
Kementerian keuangan Jepang telah memberi izin bagi 'kartu pintar' yang dapat mengenali umur, atau 'taspo', selain memberi izin untuk suatu sistem yang dapat membaca umur dari kartu SIM.
Kementerian itu belum mengizinkan metode identifikasi wajah karena belum yakin terhadap akurasinya.
Yamamoto mengatakan sistem itu bisa mengenali 90 persen pembeli dengan benar, sisanya yang 10 persen masuk 'wilayah abu-abu', artinya, mereka adalah 'anak-anak yang tampak dewasa atau orang dewasa berwajah kanak-kanak'. Mesin akan meminta mereka memasukkan kartu SIM, untuk memastikan usia calon pembeli yang tergolong 'abu-abu'.
Perokok di bawah umur mengalami penurunan jumlah di Jepang, namun suatu survai kementerian Kesehatan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 13 persen siswa dan 4 persen siswi kelas III SMA setiap hari merokok. Usia mereka berkisar antara 17 dan 18 tahun.