1. Masjid saka tunggal (1288)

Masjid  Saka tunggal terletak di Desa Cikakak Kecamatan Wangon dibangun pada  tahun 1288 sebagaimana terukir di Guru Saka (Pilar Utama) masjid. Tapi  dalam membuat masjid ini lebih jelas ditulis dalam buku-buku kiri oleh  para pendiri masjid ini adalah Kyai Mustolih. Tapi buku-buku ini telah  hilang bertahun-tahun yang lalu. Setiap tanggal 27 rajab diadakan ziarah  di masjid dan membersihkan makam Kyai Jaro Mustolih. Masjid ini  terletak ± 30 km dari kota purwokerto. Disebut saka tunggal untuk  membangun tiang yang digunakan untuk membentuk hanya satu tiang  (tunggal). Yang menurut bp. Sopani salah satu pengurus masjid adalah  bahwa pilar tunggal melambangkan bahwa ALLAH adalah hanya satu ALLAH  swt. Di beberapa tempat terdapat hutan pinus dan hutan lainnya dihuni  oleh ratusan monyet jinak dan ramah, seperti di Sangeh Bali.
2. Masjid Wapauwe (1414)

Masjid ini masih terawat dengan baik.
Kebanyakan  bangunan aslinya juga disimpan beberapa benda warisan seperti drum,  tulisan tangan s Alquran ', sifat skala batu yang beratnya 2,5 kg, dan  logam hiasan dan membaca huruf arab di dinding. Masjid juga masih  berfungsi sebagai tempat doa sekitar penduduk.
Jika drum atau  beduk dipukuli, maka suaranya akan terdengar sampai seluruh desa,  mengundang orang untuk datang ke masjid untuk jemaat.

kitab  suci Alquran tulisan tangan di masjid ini pernah dipamerkan di Festival  Istiqlal di Jakarta. Beberapa tambahan baru adalah tempat wudlu,  karpet, kipas dan listrik untuk pencahayaan.
3. Masjid ampel (1421)

Masjid  Ampel adalah sebuah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota  Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel, dan  didekatnya terdapat kompleks makam Sunan Ampel.
Saat  ini Masjid Ampel merupakan salah satu daerah tujuan wisata religi di  surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan berarsitektur tiongkok  dan arab.
Disamping kiri halaman Masjid Ampel, terdapat sebuah  sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan  oleh mereka yang meyakininnya untuk penguat janji atau sumpah.
4. Masjid agung demak (1474)

Masjid  Agung Demak adalah salah satu mesjid yang tertua di Indonesia. Masjid  ini terletak di desa kauman, demak, jawa tengah. Masjid ini dipercayai  pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama  Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di  tanah Jawa khususnya dan INdonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini  diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan  Demak, pada sekitar abad ke-15 masehi.

Masjid  ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk  memiliki empat tiang utama yang disebut Saka Guru. Tiang ini konon  berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai 'saka tatal'  bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas  yang ditopang delapan tiang yang disebut saka majapahit.
Di  dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam  raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat  sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya  Masjid Agung Demak.
5. Masjid sultan suriansyah (1526)

Masjid  Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid  tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa  pemerintahan Tuan Guru (1526-1550), Raja Banjar yang pertama masuk  islam.
Masjid ini  terletak di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin,  daerah yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan ibukota Kesultanan  Banjar untuk pertama kalinya.
Arsitektur tahap konstruksi dan  atap tumpang tindih, merupakan masjid bergaya tradisional banjar. Gaya  masjid tradisional di banjar mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah  dengan bangunan utama. Masjid ini dibangun di tepi sungai di Kecamatan  Kesehatan.
6. Masijd Menara Kudus (1549)

Mesjid  Menara Kudus (disebut juga sebagai Mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar)  adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 masehi atau  tahun 956 hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari  Palestina sebagai batu pertama dan terletak di Desa Kauman, Kecamatan  Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena  memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan  antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
7. Masjid Agung Banten (1552-1570)

Masjid  Agung Banten termasuk masjid tua yang penuh nilai sejarah. Setiap  harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tak hanya  dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di pulau  Jawa.
Masjid Agung  Banten terletak di kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar  10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh  Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak.  Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan  yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang  bertumpuk lima, mirip pagoda china. Ini adalah karya arsitektur china  yang bernama Tjek Nan Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian  menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.

Di  masjid ini juga terdapat komplek makam sultan-sultan banten serta  keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan  Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi  utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan  Zainul Abidin, dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki  paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti masjid  agung. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi  panjang dengan gaya arsitektur belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh  seorang arsitek belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya,  acara-acara seperti rapat, dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara  yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten.  Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata  dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang  lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga  yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh  satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan  di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara  dengan laut hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan  sebagai tempang mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh  Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
8. Masjid Mantingan (1559)

Masjid  Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan,  Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini dilaporkan didirikan di Kesultanan Demak  pada tahun 1559. Didirikan oleh ubin lantai tinggi ditutup dengan cina  buatan sendiri, dan juga kereta api-undakannya. Semua didatangkan dari  Makao. Bubungan atap bangunan gaya termasuk china. Dinding luar dan  dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding  sebelah tempat imam dan pendeta itu dihiasi dengan relief persegi  bergambar margasatwa, dan penari penari diukir di batu kuning tua.  Pengawasan pekerjaan konstruksi masjid ini tak lain adalah Babah Liem Mo  Han. Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami  dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa  terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil,  yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.
9. Masjid Al-Hilal Katanga (1603)

Masjid  ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa pemerintahan Taja  Gowa-24, Aku Manga'ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung, Sultan Alauddin.  Kemudian pada tahun 1605 m, masjid ini benar-benar dirubah untuk diberi  nama Masjid Katangka. Masjid berukuran 14,1 x struktur 14,4 meter dan  sebuah bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter  dan 90 meter dinding tebel, bahan baku dari batu bata dengan atap ubin  dan lantai porselen. Lokasi di Katangka, Gowa.
10. Masjid Tua Palopo (1604)

Madjid  Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe  pada tahun 1604 m, masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Orang  Tua, karena usia yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari  kata dalam bahasa bugis dan luwu memiliki dua arti, yaitu: Pertama,  penganan yang terbuat dari campuran beras ketan dan air gula. Kedua,  memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna memiliki  hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini.
 kaskus.us
