agan pasti dah pada tau tentang peristiwa 'Gerakan 30  september' kan?? tapi kebenaran tentang peristiwa itu masih abu-abu alias  ga jelas. setelah jaman orde baru runtuh,ada satu buku yg mengulas  tentang peristiwa ini. Tp uniknya buku ini bukan ditulis oleh personal  melainkan ditulis oleh sebuah institusi dari kalangan militer. Buku ini  cuma dibagikan kepada orang2 militer,banyak warga sipil yg ga tau  tentang peluncuran buku ini. langsung aja gan ulasannya dibawah ini...
Satu perhelatan sederhana digelar di Puri Ardhya Garini di kawasan     Halim Perdanakusumah, Selasa sore lalu. Puluhan purnawirawan dari     berbagai angkatan dan Polri serta beberapa pejabat negara dan tokoh     masyarakat turut hadir. Mereka menyaksikan peluncuran buku baru yang     dihadirkan Perhimpunan Purnawirawan AURI (PP AURI). Menilik judulnya,     buku itu tampaknya bukan terbitan biasa. Menyingkap Kabut Halim 1965,   seolah-olah hendak mengungkap rahasia yang selama tiga dasawarsa  dipendam dalam-dalam.
Peralihan dari era Orde Lama ke Orde Baru diantarai oleh sebuah  peristiwa kekacauan politik tahun 1965. Peristiwa yang dipicu konflik di  tubuh Angkatan Darat (AD) itu dengan serta merta menyeret nama Partai  Komunis Indonesia sebagai dalang penculikan dan pembunuhan atas tujuh  perwira AD pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965.
Oleh kaum beragama, orang- orang PKI disamakan dengan orang kafir yang  halal darahnya. Dalam kasus pembantaian orang PKI oleh kaum beragama  ini, dapat dilihat bagaimana  kekuasaan telah berhasil melakukan  manipulasi. Kaum beragama dijadikan alat bagi kepentingan membasmi musuh  ideologi penguasa. Di atas kesadaran kaum beragama yang melakukan  pembunuhan atas nama keyakinan agama mereka, berjalan kepentingan  penguasa (Orde Baru) untuk membasmi musuh ideologi sang penguasa dan  usaha menegakkan pamor kekuasaan di atas kenistaan ideologi lawan.
34 tahun kalangan TNI AU (dulu Angkatan Udara Republik Indonesia atau  AURI) tak pernah membantah. Sampai eksekusi Omar Dani tak pernah  terlaksana dan dia dibebaskan pada 1996. Lantas ada reformasi 1998 yang  menumbangkan Orde Baru, dan terbitlah buku ini. Sebuah upaya menolak  tudingan. Sebuah 'mercu' yang berambisi menyingkap pekatnya kabut  sejarah.
Pun diungkapkan beberapa hal sebagai kunci penerang persoalan. Termasuk  mengenai dua tempat berbeda yang bernama sama, Lubang Buaya. Pertama  adalah dropping zone AU yang masuk kawasan PAU Halim. Kedua, sebuah desa  yang terletak di luar kawasan PAU Halim. Lokasi kedua ini lah yang sebenarnya menjadi basis G-30/S.
Hal lainnya adalah senjata yang ditemukan di Lubang Buaya (basis G-30  S), yang membuat Leo Wattimena, dalam film tadi, sangat terpukul  (karakter Leo di buku ini sangat tegas. Berbeda dengan karakter Leo di  film yang peragu) , ternyata tidak hanya dari AURI (yang merasa di-fait  accomply Soeharto di depan Presiden). Senjata itu juga berasal dari TNI  AL, Kepolisian, bahkan
TNI AD sendiri.
Di Halim, tulis buku ini, setelah G-30S, tak pernah berkumpul Presiden  Soekarno, Ketua CC PKI DN Aidit, Ketua BC PKI Sjam Kamaruzaman, Brigadir  Jenderal Soeprapto dan Kolonel Latief. Yang ada hanya Presiden yang  tengah diamankan, didampingi Omar Dani. Jadi, tulis buku ini, tak benar  Halim adalah pusat gerakan.
Kisah seram di seputar Halim ini kemudian memunculkan citra tak sedap     bagi angkatan udara. Citra buruk itu makin mengental, sampai-sampai,   angkatan udara tidak dianggap sebagai kesatuan penting di tubuh TNI.  'Seperti dianaktirikan,' kata Ketua PP AURI Marsekal Muda (Purn.) Sri     Mulyono Herlambang.
Pengamat sejarah dan politik Dahlan Ranuwihardjo setuju dengan upaya     para purnawirawan itu. Bila memang ada fakta-fakta baru yang bisa     mengungkap hal yang sebenarnya, tidak masalah untuk diluruskan. 'Tapi     harus disertai data dan fakta,' kata kata mantan ketua umum PB HMI ini.  Namun, kalau fakta dan datanya tidak benar, menurut dia, ya apa  gunanya.
Dibanding beberapa penerbitan terdahulu, Menyingkap Kabut Halim 1965  banyak mengungkap data dan fakta baru. Misalnya mengenai peran TNI AU  secara institusional dalam aksi PKI. Dalam buku ini tidak cukup  signifikan adanya bukti keterlibatan institusi ini. 'Bahkan tak ada  bukti pimpinan angkatan udara waktu itu terlibat PKI,' kata Sri Mulyono  meyakinkan.
Selain itu, tak terbersit dari Omar Dhani untuk memberontak dan  menjatuhkan pemerintahan Bung Karno. Walaupun    fakta-fakta dari  kejadian 1 Oktober 1965 menunjukkan bahwa G-30-S jelas mengadakan kup  terhadap pemerintahan yang sah.
 Soal penculikan para jenderal, kata Omar, itu merupakan urusan intern     AD. Dan, AURI pada prinsipnya tidak mau ikut campur. 'Jadi bukannya     saya tidak kolegial, tidak setia kawan,' katanya. Karena itu,  Soeharto    menganggap sikap AURI sama dengan sikap Letkol Untung dkk.  yang melakukan kudeta.
Sebelum tahun 1965, AURI merupakan salah satu angkatan udara terkuat di  kawasan AsiaTenggara, bahkan di Asia. Angkatan Udara yang dipimpin  Laksamana Omar Dani sangat loyal terhadap Soekarno. Omar Dani pernah  mengatakan bahwa ia ingin seluruh insan AURI itu menjadi kleine  Soekarnotjes atau Soekarno-soekarno kecil. Mereka mendukung gerakan  ”Ganyang Malaysia” yang dilancarkan pemerintahan Soekarno. Namun, pihak  Angkatan Darat, dalam hal ini Soeharto, tidak mendukung kebijakan itu  dengan sepenuh hati. Benih konflik di antara mereka sudah dimulai sejak  ini. Tanggal 30 September 1965 meletus aksi penculikan para jenderal.  Omar Dani dengan spontan menulis perintah harian Men/Pangau setelah  mendengar siaran berita RRI pukul 07.00 tentang G30S. Perintah harian  itu kemudian menjadi persoalan besar di mata kelompok Soeharto. Sejak 25  Desember 1966, Omar Dani dipenjara selama 29 tahun. Ia baru bebas 16  Agustus 1995.
Sekarang tergantung pada pembaca menilai dan melihat fakta-faktanya     bagaimana. Itu yang mestinya menjadi dasar. Kita bebas berpikir dan     menyatakan sesuatu. Sehingga, menurut saya, era reformasi itu baik  sekali untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya.
Yang di Halim itu, tanggal 1 Oktober dan 2 Oktober. Tapi yang paling   utama adalah tuduhan bahwa AURI menjadi basis komunis. Kita menyaksikan  selama tiga puluh tahun lebih, film G-30-S/PKI yang menyakitkan hati dan  menekan jiwa. Tapi pihak TNI-AU sadar, yang menyusun sejarah selalu  orang yang menang perang dan yang berkuasa. Dan cepat atau lambat,  kebenaran itu akan terbuka dengan sendirinya.
sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5056255
