ribuan artikel terunik teraneh menarik terlangka terlucu cari disini:

Rahasia Tersembunyi Dibalik Pencalonan Soeharto Menjadi Pahlawan

Jakarta, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai (alm) mantan Presiden Soeharto pantas memperoleh gelar Pahlawan Nasional dari negara.

“Soeharto pantas jadi pahlawan,” tandas Hasyim, yang kini aktif sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi Internasional Cendekiawan Islam (International Conference of Islamic Scholars/ICIS) di Jakarta.


Hasyim mengemukakan hal itu terkait masuknya nama Soeharto bersama sembilan tokoh lainnya sebagai calon penerima gelar pahlawan yang diajukan pemerintah berdasar masukan dari masyarakat yang mengundang pro-kontra.

“Soeharto pantas jadi pahlawan bukan karena tanpa kekeliruan, namun setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya,” katanya.

Menurut Hasyim, mengukur jasa Soeharto terhadap negara tidak bisa hanya diukur atau dilihat dari suasana Indonesia hari ini. “Soeharto memulai kekuasaannya dalam suasana revolusioner. Tanpa Soeharto, Indonesia sudah menjadi negara komunis, tanpa Pancasila, tanpa UUD 1945, dan tanpa agama,” tandasnya.

“Soeharto pantas jadi pahlawan bukan karena tanpa kekeliruan, namun setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya.”

Dikatakannya, saat itu Dewan Revolusi Partai Komunis Indonesia (PKI) telah terbentuk dari pusat, Jakarta, sampai tingkat desa, siap mengambil alih kekuasaan andaikan pemberontakan berhasil.

Diakuinya, Soeharto melakukan rehabilitasi kenegaraan dengan ongkos mahal. Pada 15 tahun pertama tampak gemilang, pembangunan berjalan pesat. Namun, pada 15 tahun berikutnya mulai tampak kesewenang-wenangan, korupsi, dan nepotisme akibat sentralisasi kekuasaan.

“Maklum, yang kuasa tentara dan birokrasi, jadi tidak ada kontrol,” kata kiai yang menyandang gelar Doktor Honoris Causa bidang kebudayaan Islam itu.

Pada bagian lain, Hasyim mengatakan, saat ini memang perlu dilakukan rekonsiliasi nasional agar negara tidak hidup dalam dendam.

“Apalagi kebanyakan kelompok PKI telah hidup normal bersama warga negara lainnya, bahkan sangat banyak yang jadi santri, bahkan jadi kiai mendirikan pondok pesantren. Sehingga, rekonsiliasi nasional adalah sebuah keniscayaan,” katanya.

Namun, lanjut Hasyim, masih adanya kelompok kecil PKI yang ngotot menerapkan marxisme-leninisme di Indonesia tetap harus dicegah, bukan karena masalah dendam, melainkan demi tegaknya negara Pancasila yang berketuhanan.

sumber : Wihans.web.id